TEORI MENARIK ALA HABELINO

Sabtu, 23 Mei 2009

Profil

Profil

Habelino Alonzo Revolter Sawaki

Jayapura, 14 Desember 1982


Pendidikan:

1. SD Negeri Inpres 10 Serui

2. SMP YPPK St. Paulus Abepura

3. SMU Negeri 1 Abepura

4. Sedang menempuh studi di Fakultas Hukum Uncen Jurusan Hukum Tata Negara

Alamat:

Asrama Sakura Uncen Unit Mambruk

Telp: 081248071301

Pengalaman Organisasi (Internal Kampus)

1. Pengurus SEMA Fakultas Hukum Uncen (2001)

2. Ketua Bidang Kesejahteraan Mahasiswa SEMA Fakultas Hukum Uncen (2002)

3. Sekretaris Umum SEMA FH Uncen (2003)

4. Ketua Umum SEMA FH (2004)

5. Sekarang menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) Uncen

Pengalaman Organisasi (Eksternal Kampus)

1. Sekretaris Jenderal Pergerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (PPMI) Periode 2005 - 2007

2. Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (PPMI) Periode 2007 - 2009

3. Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Waropen (IMAWAR) periode 2008 - 2010

4. Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Papua Indonesia (GMPI) periode 2007 - Sekarang

5. Presiden Koalisi Revolusi Biru (KRB) Periode 2007 - Sekarang

RESOLUSI 2009

RESOLUSI 2009

by Habelino A Sawaki

Dari sudut pandang 9 warna, tahun 2009 adalah tahun berwarna coklat. Yaitu tahun pelayanan. Warna coklat dari sudut pandang 9 warna adalah warna yang berpusat di hati.

Tahun coklat merupakan gabungan dari akumulasi warna hitam (hitam+hitam) kata terindah warna hitam adalah konsistensi. Kata kunci dari warna coklat adalah pelayanan. Jadi ada 2 persoalan mendasar yang harus terjawab oleh kita pada tahun 2009:

1. Apakah kita konsisten menjadi pelayan bagi sesama kita.

2. Ataukah kita konsisten dalam inkonsisten kita dalam hal melayani sesama.

Jika kita berbicara mengenai pelayanan memang tidak bisa tidak, kita harus bersinggungan dengan ego, sebab ego kita secara lansung akan menentukan kualitas kepelayanan kita.

Perlu ada kesepakatan pada kita bersama, bahwa ego pada dasarnya baik. Ego adalah rahmat atau anugrah Tuhan pada manusia sebagai makhluk pribadi. Ini harus menjadi kesadaran kita bersama. Ego merupakan produk hati.

Masalahnya kemudian apakah ego kita berada dalam batas yang wajar atau tidak. Jika ego kita berada dalam batas yang berlebihan akan. Menampilkan kita sebagai pribadi yang sangat individualistic dan tak memperdulikan orang lain.

Jika ego kita sangat rendah, maka kita menjadi rendah diri. Kita menjadi pribadi yang tidak percaya diri, mudah putus asa dan lain-lain. Jika ego kita berada dalam batas yang wajar maka kualitas pelayanan terhadap sesama akan berimbang dengan kualitas pelayanan terhadap diri pribadi.

Tahun 2009 merupakan tahun yang penuh dengan kasih dan pengertian. Tahun dimana banyak orang puas bila berhasil memenuhi kebutuhan orang lain. Tahun dimana kita bisa menolong orang lain dalam hal apapun. Tahun penuh belas kasih.

Tahun dimana banyak orang akan membantu orang lain mengatasi masalah-masalah psikologis mereka. Tahun dimana kita mampu menangkap bila ada orang yang sedang galau batinnya dan butuh teman untuk diajak bicara. Tahun yang mudah memaafkan. Tahun dimana banyak orang tidak akan melakukan konfrontasi dengan orang yang sudah menghianati kita.

Tahun dimana kita sangat membutuhkan untuk mencintai dan dicintai. Tahun dimana kita bisa melihat kebaikan dan keindahan sejati dalam diri orang lain. Tahun dimana banyak orang yang sedang dilanda kekecewaan dan keputusasaan dan dibesarkan hatinya. Tahun yang penuh dengan nasihat-nasihat.

Tahun dimana perbuatan berbicara lebih banyak dari pada kata-kata. Tantangan tahun 2009: Kita ditantang untuk konsisten menjalankan pelayanan terhadap sesama. Karena pengaruh hati yang dominan pada tahun ini maka penting kiranya untuk memobilisasikan kepala kita, sehingga kita tidak jatuh dalam lubang subyektifitas. Perlu kiranya disadari bahwa kalau sekedar melayani orang yang dikenal atau memiliki hubungan dekat dengan kita, maka orang jahat pun dapat melakukannya.

Bagaimana supaya kita mampu melewati tantangan tahun ini??? Kita perlu terlebih dahulu memahami apa arti kepelayanan. Jika anda merenungkan kepelayanan, apakah anda membayangkannya sebagai kegiatan yang dilakukan oleh orang yang berpangkat rendahan yang relatif tidak terampil? Jika ya, Anda keliru. Kepelayanan bukanlah soal posisi atau keterampilan. Melainkan soal sikap.

Kita dapat merasakan jika seorang pekerja tidak mau membantu, kita juga mudah mendeteksi apakah seorang pemimpin itu memiliki hati yang melayani. Dan sebenarnya para pemimpin terbaik ingin melayani orang lain, bukan diri sendiri.

Apa artinya memiliki kualitas pelayanan? Seorang pemimpin yang melayani:


v Mendahulukan Orang Lain Ketimbang Agendanya Sendiri

Tanda pelayanan yang pertama adalah kemampuan untuk mendahulukan orang lain ketimbang diri sendiri serta kepentingan pribadi. Kepelayanan adalah lebih dari sekedar rela menunda agenda sendiri. Kepelayanan artinya sengaja mencari tahu akan kebutuhan orang lain, sengaja menawarkan diri untuk membantu, dan dapat menerima bahwa keinginan-keinginan mereka itupun penting.


v Memiliki Keyakinan Untuk Melayani

Inti dari kepelayanan adalah kemapanan. Seseorang yang menganggap dirinya terlalu penting untuk melayani pada dasarnya tidak mapan. Bagaimana kita perlakukan orang lain sesungguhnya mencerminkan bagaimana pandangan kita menyangkut diri sendiri. Eric Hoffer, mengatakan begini: “Yang luar biasa adalah bahwa kita sungguh mengasihi sesama seperti diri kita sendiri; kita lakukan kepada orang lain seperti yang kita lakukan kepada diri sendiri. Kita benci orang lain jika kita benci diri sendiri. Kita toleran terhadap orang lain jika kita toleran terhadap diri sendiri. Kita ampuni orang lain jika kita ampuni diri sendiri. Akar dari segala kesulitan yang menimpa dunia kita bukanlah kasih terhadap diri sendiri melainkan benci terhadap diri sendiri”.

Hukum pemberdayaan mengatakan bahwa hanya pemimpin yang mapanlah yang dapat memberikan kekuatan terhadap orang lain. Juga benar bahwa hanya pemimpin yang mapanlah yang memperlihatkan kepelayanan.


v Menginisiatifkan Pelayanan Bagi Orang Lain

Boleh dikata semua orang akan melayani jika terpaksa. Dan yang akan melayani dalam suatu krisis. Namun anda dapat sungguh melihat hati seseorang yang menginisiatifkan pelayanan bagi orang lain. Pemimpin-pemimpin besar melihat kebutuhan mengambil kesempatan itu dan melayani tanpa mengharapkan balasannya.


v Tidak Terlalu Memetingkan Posisinya

Para pemimpin yang melayani tidak memfokuskan dirinya pada pangkat atau posisi. Ketika kolonel Norman Schwarzkopf melangkah ke lapangan ranjau itu, pangkat tidak dipikirkannya sama sekali. Ia adalah seorang yang berusaha menolong orang lain. Kalaupun ada, posisinya sebagai pemimpin justru memberinya rasa bertanggung jawab yang lebih besar untuk melayani.


v Melayani Atas Dasar Kasih

Kepelayanan bukanlah bermotifkan manipulasi atau promosi diri. Melainkan didorong oleh kasih. Akhirnya, sejauh mana pengaruh anda adalah tergantung pada seberapa dalam anda mementingkan orang lain. Itulah sebabnya mengapa sungguh penting bagi pemimpin untuk rela melayani.

Akhirnya, memang benar bahwa mereka yang ingin menjadi besar harus menjadi yang terkecil dan melayani yang lainnya. Jika anda memimpin di tingkat tinggi, bersedialah melayani di tingkatan yang terendah.

KRITIK UNTUK KAMPUS

<<<< KRITIK UNTUK KAMPUS >>>>

Peran pendidikan adalah untuk mendorong revolusi sosial. Masyarakat harus dipaksa berpikir. Tugas politis seorang dosen adalah mengajukan masalah dan memprovokasi pertentangan-pertentangan dalam pikiran para mahasiswa. Sebagai seorang dosen harus dikembangkan kultur mengajar yang baru dan berkobar.

Adakah dosen yang lebih menyukai mahasiswa yang mampu memberi buah pikiran yang independen dan reflektif? Bukankah mahasiswa yang tidak sependapat dengan dosen berdasarkan refleksinya sendiri adalah lebih berguna ketimbang mahasiswa yang sependapat dengan dosen tanpa refleksi?

Kampus telah jadi museum tempat banyak orang tua yang berkumpul dan saling memaksakan pendapatnya. Di sana buku yang ditulis kemudian dipaksakan untuk dibeli dan dibaca. Dosen-dosen muda hanya sibuk untuk sekolah kemudian mengajar dengan bait yang sama. Mereka hanya menjadi pengeras suara dari isi buku yang menjemukan dan banyak di antara mereka tak punya pandangan segar dan mengejutkan. Walau bacaan mereka kaya dan bermutu tetapi sedikit yang menguasai ilmu berpidato. Karena itu kuliah berjalan seperti mobil tua yang lamban jalannya: terseok-seok tanpa ada kegemparan. Kuliah yang tawar membuat kampus jadi tempat sunyi tanpa gairah. Perpustakaan sepi sedang kantin kampus penuh dan padat. Rasa lapar lebih didahulukan ketimbang kekurangan pengetahuan.

Itu yang membuat kampus hanya menjadi menara gading karena menyimpan mahluk-mahluk kerdil yang tidak terlalu antusias berpikir hal-hal besar. Sedang di luar sana masyarakat juga memandang kampus sebagai lingkungan para terpelajar elit yang sulit disentuh. Dengan biaya yang begitu mahal siapa yang bisa kuliah. Ujung dari pendidikan yang busuk ini hanya menghadirkan mahasiswa-mahasiswa penindas yang tak peduli akan kesulitan rakyat.

Hanya mereka yang berani menuntut haknya pantas diberikan keadilan. Kalau Mahasiswa Papua tidak berani menuntut hak-haknya, biarlah mereka ditindas sampai akhir zaman oleh dosen-dosen korup mereka.

Pendidikan tinggi bukan sekedar siraman informasi tapi bagaimana menanam benih karakter. Dan karakter tidak akan terbentuk tanpa pengenalan seorang pelajar akan masalah dan lingkungannya. Pangkal segala pendidikan karakter ialah cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang tidak benar …… dalam memelihara dan memajukan ilmu, karakterlah yang terutama, bukan kecerdasan. Kurang kecerdasan dapat di isi, kurang karakter sukar memenuhinya.

Seorang intelektual, bukan saja giat mengunyah ilmu, tapi sanggup mengorbankan hidupnya untuk perubahan. Mengorbankan hidupnya untuk keabadian. Bukankah perubahan itu abadi?

Mengapakah kita percaya bahwa hanya dengan datang ke kampus kuliah dan pulang kita akan menjadi pribadi yang utuh? Jawabannya adalah ada hegemoni yang membungkam semua orang. Sayangnya hegemoni ini tidak hanya dikekalkan oleh mahasiswa sendiri tetapi lebih parah lagi oleh dosen. Mereka hanya berkata dalam nada yang terus diulang-ulang: jangan hanya datang ke kampus terus pulang. Mereka tidak bersikap. Mana diskusi-diskusi antar dosen yang dapat merembes ke dunia kemahasiswaan?

Mengapakah kita percaya bahwa perubahan itu tidak mungkin terjadi? Jawabannya adalah ada hegemoni.

Perubahan bukan hanya mungkin tetapi pasti. Bukankah perubahan adalah abadi? maka perubahan juga adalah kepastian?

Kesalahan intelektual terletak pada mempercayai bahwa seseorang dapat mengetahui tanpa merasakan……dengan kata lain bahwa seolah-olah seorang intelektual dapat menjadi intelektual jika berbeda dan dipisahkan dari masyarakat; yaitu tanpa merasakan gerak, getaran dan gairah yang timbul di dalam masyarakat……kita tidak dapat membuat sejarah politik tanpa gairah ini.

Perlu adanya reinkarnasi kemanusiaan. Mengapa? Sebab kemanusiaan kita sudah tak utuh lagi, kita tidak lagi memanusiakan manusia tetapi kita menuhankan diri sendiri dan kelompok dan tega membiarkan manusia lain berada dalam kubangan kenistaan.

Seorang teman pernah berkata: indikasi meningkatnya perekonomian Papua bukan diukur dari berapa banyak pejabat yang naik pesawat ke Jakarta, atau berapa banyak pejabat yang tinggal di hotel berbintang, tetapi dari berapa banyak babi yang naik pesawat dan tinggal di hotel-hotel mewah.

Kalau semua orang menganggapku sebagai bajingan, provokator atau bahkan teroris……biarlah sejarah menuliskannya. Aku tak peduli pada penilaian segenap dunia. Saya Adalah Saya.