Sabtu, 23 Mei 2009

PERANAN MAHASISWA DALAM PEMBANGUNAN

__PERANAN MAHASISWA DALAM PEMBANGUNAN__

By : HABELINO ALONZO SAWAKI

PENDAHULUAN

Kalau kita membicarakan peranan mahasiswa dalam pembangunan di Papua, itu artinya kita sedang membicarakan tentang pemberdayaan mahasiswa, yakni bagaimana mahasiswa ini dimampukan agar dapat memainkan peranannya.

Pemberdayaan (membuat mahasiswa menjadi mampu) adalah suatu proses yang bukan sekali jadi, di dalamnya membutuhkan proses belajar.

Negara adalah organisasi kekuasaan. Negara disebut demikian, sebab di dalam Negara terdapat pusat-pusat kekuasaan. Pusat-pusat kekuasaan yang ada dalam negara dapat dikualifikasikan (dikelompokan) ke dalam 2 kelompok besar, yaitu:

1. Suprastruktur Politik, yang secara gamblang biasa disebut dengan istilah Pemerintah, DPR, Pengadilan. Jadi Bupati, sampai Kepala Desa itu semua masuk dalam kategori/kelompok suprastruktur politik.

2. Infrastruktur Politik, biasanya terdiri dari kelompok-kelompok penekan (pressure group), seperti LSM/Ormas, Pers/Media Massa, Kelompok Buruh, Tani, Nelayan, Lembaga Masyarakat Adat, Agama dan Mahasiswa.

Agar pelaksanaan pemerintahan dapat berjalan dengan baik sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai, maka rumusnya adalah Infrastruktur Politik harus sama kuat dengan Suprastruktur Politik. Atau : I = S.

Mengapa demikian? Lord Acton mengatakan bahwa jika seseorang/lembaga mempunyai kekuasaan maka ia cenderung menyalahgunakannya, tetapi jika orang/lembaga tersebut memiliki kekuasan absolut/mutlak ia pasti menyalahgunakan kekuasaannya itu. Jadi jika pemerintah dan DPR memiliki kekuasaan yang besar tanpa kontrol yang tegas, maka pasti timbul kesewenang-wenangan yang wujudnya bermacam-macam: korupsi, lupa masyarakat (forgetting society) dan lain-lain.

Salah satu hal yang menjadi penyebab Papua selama kurang lebih lima tahun lebih (sejak otsus digulirkan) seperti tidak ada perubahan yang berarti adalah karena suprastruktur politik yang lebih dominan/kuat dari pada infrastruktur politik.

Jadi jelas bahwa posisi mahasiswa adalah sebagai bagian dari Infrastruktur politik dalam sebuah negara yang akan ikut menentukan berhasil tidaknya pembangunan dalam sebuah negara.

PERAN MAHASISWA

Setelah kita mengetahui posisi mahasiswa dalam suatu negara, maka point berikut adalah kita mencoba merumuskan peran yang dapat dimainkan oleh mahasiswa khususnya mahasiswa di Papua.

Ada tiga (3) peran yang dapat dimainkan oleh mahasiswa dalam menunjang pembangunan di Papua yaitu:

1) Katalisasi Perubahan Sistem. Hal ini dilakukan dengan jalan mengangkat sejumlah masalah yang penting dalam masyarakat, membentuk sebuah kesadaran global, melakukan advokasi dari perubahan kebijaksanaan negara, mengembangkan kemauan politik rakyat, dan melakukan eksperimen yang mendorong inisiatif masyarakat.

2) Memonitor Pelaksanaan Sistem Dan Cara Penyelenggaraan Negara Bahkan Bila Perlu Melakukan Protes. Hal itu dilakukan karena bisa saja terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan oleh pejabat negara.

3) Implementasi Program Pelayanan. mahasiswa dapat menempatkan diri sebagai kelompok yang mewujudkan sejumlah program dalam masyarakat.

Agar dapat memainkan peranannya secara baik, maka kualitas pikiran dan hati dari mahasiswa itu sendiri harus baik. Dalam arti yang sederhana seorang mahasiswa dituntut untuk pintar dan bermoral baik.

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kualitas mahasiswa, yaitu:

1. Harus ada semangat dan motifasi yang kuat untuk maju di dalam diri mahasiswa. Pemahaman-pemahaman seperti: hari ini esok harus lebih baik dari hari ini, belajarlah demi tanahmu harus terus di masukan ke dalam kepala setiap generasi muda. Tanpa keinginan yang kuat dari dalam hati, mustahil kita dapat menjadi lebih maju.

2. Masyarakat. Masyarakat juga mempunyai andil yang cukup besar dalam meningkatkan kualitas mahasiswa. Cara pandang dan cara pikir sangat berpengaruh dalam hal ini. Stigma atau anggapan yang ada pada masyarakat: semua mahasiswa itu omong kosong, itu harus diperbaharui, dengan ungkapan bahwa masih banyak generasi muda Papua yang menginginkan Papua yang lebih baik dari kemarin, menginginkan Papua yang lebih maju di esok hari, mendambakan kita menjadi tuan di atas negeri sendiri.

3. Pemerintah. Pemerintah dapat menunjang peningkatan kualitas mahasiswa Papua dengan mengambil kebijakan-kebijakan yang terkait dengan upaya peningkatan sumberdaya manusia. Pemberian beasiswa kepada mahasiswa adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap generasi muda Papua. Membantu proposal-proposal secara kelembagaan yang nantinya ikut memperkuat wadah-wadah tempat di mana mahasiswa Papua dididik. Pemerintah harus melihat semua generasi Papua sebagai anak kandung dan tidak boleh diskriminasi. Semua ungkapan/pernyataan di atas bukan mengajak kita untuk ramai-ramai mengkambinghitamkan Pemerintah Daerah, tetapi ini bentuk dan wujud harapan kami sebagai anak bangsa, sebagai anak negeri Papua.

Pemerintah ini bisa kita sebut dengan pemimpin. Ada satu ungkapan dari orang bijak, bahwa pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang meninggalkan generasi yang kuat dan bukan generasi lemah.

Mahasiswa juga bertanggungjawab secara moral untuk ikut serta mewujudkan pemerintahan yang bersih, kuat dan berwibawa (Good Governance). Kita tahu bersama bahwa gerakan reformasi itu dilakukan oleh mahasiswa dan salah satu tuntutannya adalah melakukan perubahan tatanan mendasar manajemen pemerintahan di Indonesia. Tuntutan perubahan tersebut diantaranya diwujudkan dalam TAP MPR RI No. XI/MPR/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kedua peraturan perundangan ini, tidak lain bertujuan untuk mewujudkan Good Governance di Indonesia. Kita tahu bersama bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis multi dimensi (di segala bidang), dan krisis ini tidak akan berakhir sebelum kedua peraturan tersebut membumi (diwujudkan) dalam segala tingkatan pemerintahan.

Hal demikian secara implisit mengisyaratkan bahwa seluruh pelaku-pelaku pemerintahan (dari staf paling rendah hingga (terutama) pejabat) dituntut untuk melakukan perubahan-perubahan sejalan dengan pemikiran Good Governance yang pada saat ini tengah menjadi issue populer. Hal ini mengisyaratkan pula, bahwa pelaku-pelaku pemerintahan daerah di Indonesia pun dituntut untuk mewujudkan Good Local Governance. Dalam rangka memfasilitasi Good Local Governance itulah lahir sebuah peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang lebih di kenal dengan istilah Undang-Undang Otonomi Daerah.

Dalam penjelasan butir e UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan: “Di samping itu hal-hal yang mendasar dalam UU ini adalah untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.”

Pada esensinya UU No. 22 Tahun 1999 bertujuan untuk mengakselerasi pertumbuhan pembanghunan daerah-daerah di Indonesia sesuai dengan aspirasi masyarakat di daerah masing-masing. Oleh karena itu, dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 maka Pemda diharapkan akan lebih berorientasi dan bertanggung jawab kepada masyarakat dimana ia berada. Tuntutan itu memerlukan kemampuan strategis Pemda dalam membaca harapan pihak yang berkepentingan (stakeholder), yang dalam hal ini adalah masyarakat pengguna layanan (termasuk mahasiswa), wakil-wakil dunia politik, maupun terhadap aspirasi para aparatur Pemda sendiri. Di sisi lain Pemda juga dituntut mampu menemukan sarana-sarana atau sumber daya alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi harapan para stakehouldernya.

Ciri-ciri Good Governance adalah:

1. Participation. Proses pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan bahkan hingga evalusi harus memberikan akses sebesar-besarnya bagi partisipasi masyarakat.

2. Rule of law. Perancangan peraturan hukum harus adil dan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya tanpa pandang bulu.

3. Transparancy. Suatu mekanisme yang terbuka dalam menetapkan kebijakan, baik yang menyangkut penggunaan sumber daya maupun alokasinya. Pembuatan kebijakan, program atau kegiatan pelayanan harus bersifat terbuka dan mampu memberikan arus informas yang bebas dan jelas. Hal ni telah merubah paradigma lama, dimana penetapan kebijakan publik merupakan suat mekanisme yang tertutup (black box).

4. Responsiveness. Peka terhadap kebutuhan masyarakat dan stakeholder (pegawai, wakil rakyat dan pengguna). Oleh karenanya, pemberian otorisasi untuk mengambil suatu kebijakan pada level terendah. Hal ini dikarenakan pada level tersebut terdapat interaksi langsung dengan masyarakat pengguna jasa, dimana pada saat sekarang ini cenderung lebih dinamis. Dengan otorisasi seperti ini staf akan terbiasa menelurkan ide-ide dan bersikap inovatif dalam mencermati permasalahan dan mengambil tindakan.

5. Consensus Orientation. Berbagai kepentingan yang berbeda dalam masyarakat harus diakomodir melalui proses mediasi agar dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat luas.

6. Equity. Seluruh komponen yang berbeda-beda dalam arti agama, ras, etnik, gender, suku, keadaan ekonomi, harus memiliki kesempatan yang sama atas manfaat yang akan didapat dari suatu kebijakan.

7. Effectiveness and Efficiency. Proses untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh pemerintah harus memberikan hasil yang maksimal dan menggunakan sumber daya seefisien mungkin.

8. Accountability. Kebijakan yang dibuat dan para pelaksananya, pemerintah maupun swasta harus mampu mempertanggungjawabkan tindakannya kepada masyarakat luas. Bentuk pertanggungjaban pemerintah terhadap apa yang dilakukan dan yang tidak dilakukan, tingkat keberhasilan dan kegagalan. Pada dasarnya akuntabilitas bagi pemerintah bukanlah semata-mata Managerial Accountability melainkan juga Public Accountability, mengingat masyarakatlah yang pada dasarnya memberikan mandat kepada pemerintah.

9. Strategic Vision. Para pimpinan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki perspektif Good Governance dan berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia yang memiliki cakrawala jauh ke depan menembus batas-batas yang tidak tertentu.

Untuk mencapai Good Local Governance, Pemerintah Daerah diharapkan memiliki visi strategis yang harus diwujudkan dalam bentuk perencanaan strategic, implementasi stategik dan evaluasi pengukuran kinerja (performance measurement).

Beranjak dari permasalahan yang muncul dan dirasakan oleh masyarakat, maka tidak bisa tidak, bahwa segenap jajaran Pemda,harus mampu menerawang atau melihat ke belakang atau (flash black) terhadap kinerja mereka. Sehubugan dengan hal tersebut, perlu kiranya dilakukan kajian/studi evaluasi kinerja penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Hal ini penting untuk dilakukan karena bagaimanapun juga kinerja yang dicapai perlu didokumentasikan sebagai Feedback yang berharga demi kemajuan kinerja di masa-masa yang akan datang.

PERMASALAHAN

Upaya peningkatan kualitas mahasiswa bukan tanpa hambatan. Beberapa permasalahan yang selama ini dapat kita lihat:

1. Belum adanya keinginan yang kuat untuk belajar. Masih banyak mahasiswa yang membuang-buang waktunya untuk hal-hal yang tidak berguna.

2. Masih adanya stigma/cap yang melekat pada masyarakat tentang mahasiswa, yakni sekelompok orang yang datang dan melakukan proses pembodohan (tipu-tipu) masyarakat.

Memang harus kita akui, bahwa ada mahasiswa yang demikian, yang hanya mencari untung bagi dirinya sendiri. Ini adalah contoh-contoh mahasiswa yang tidak punya hati. Tetapi stigma ini jangan sampai mengendurkan semangat kita untuk membangun tanah kita. Justru stigma/cap ini harus kita jadikan sebagai tantangan dengan berbuat yang terbaik, dengan mempergunakan pikiran dan hati yang Hijau Sehijau hutan kita, dengan pikiran dan hati yang Biru Sebiru Lautan, dengan pikiran dan hati yang Putih dan Bersih Sejernih dan Seputih Cahaya Sinar Bintang Pagi.

3. Pemerintah daerah belum menunjukan kepeduliannya yang sungguh terhadap peningkatan kualitas mahasiswa. Ini merupakan suatu masalah yang perlu kita sikapi secara serius. Pendidikan itu mahal. Membuat orang menjadi pintar itu butuh biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Pemerintah harus proaktif dalam menyiapkan generasi muda penerus bangsa, penerus tanah ini, yang nantinya akan mengemudikan perahu ini ke seberang laut menuju Papua yang lebih baik dari kemarin dan hari ini.

PENUTUP

Satu ungkapan yang sering kita dengar, tetapi mudah-mudahan tidak kehilangan maknanya: masa depan Papua ada di pundak kami generasi muda Papua. Siapa yang akan membantu dalam mempersiapkan kami? Biarlah pertanyaan ini menjadi bahan perenungan kita bersama. Salam Revolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar